Buku Pertanda 2 Mei
2 Mei 2015, itu pasti bukan
tanggal hari ini. Ya, memang bukan hari ini. Itu tanggal ketika aku selesai
membaca buku karya Paulo Coelho, The Alchemist. Buku itu benar-benar buku yang
luar biasa bagiku, dan aku yakin juga bagi jutaan penggemar buku lain di
seluruh dunia. Sangat terlambat memang mengatakan ini sekarang, mengingat buku
ini sudah booming cukup lama
dikalangan pecinta buku dan novel.
Tapi tak masalah. Bagiku, buku
yang baik tak pernah beranjak tua. Benar saja, buku ini membuatku belajar
banyak hal. Beberapa hal membuat anganku kembali menyusuri jalanan masa laluku
dan kembali melihat potret kehidupanku yang begitu berserakan disana. Seakan
begitu lama aku disana sampai aku harus merindukan waktu sebenarnya.
Tibalah aku di masa dimana
seharusnya hati, pikiran dan mimpiku hidup, masa kini. Manusia sering kali
bermain-main dengan masa. Sampai banyak yang terjebak di masa yang t’lah tiada.
Juga suka menggambar dan seakan hidup di masa depan. Tapi mereka lupa, mereka
hidup saat ini, di masa kini.
Kembali ke buah karya Paulo
Coelho. Buku itu mengingatkanku tentang pertanda-pertanda. Ku coba kaitkan
dengan beberapa waktu sebelum tanggal 2 Mei 2015, aku menemukan beberapa pertanda.
Jangan bayangkan ini sebuah pertanda “konyol” yang tak masuk akal (mimpi
bertemu ular, jerapah, cacing, dan lain-lain). Pertanda ini berupa pertemuanku
dengan beberapa orang di sebuah kota terbesar kedua di Jawa Tengah. Juga
pertemuanku dengan buku itu dikota dimana Bukit Tidar berada.
Kemudian ini ku anggap sebagai
menjadi petanda karena hampir mustahil pertemuan-pertemuan itu terjadi, seperti
banyak orang menganggap ini kebetulan. Tapi aku tak pernah percaya kebetulan.
Maka ini adalah pertanda dari Sang Empunya Semesta dan Kehidupan. Dari kedua
pertemuan itu, satu benang merah menjadi tampak.
Kini, saat ini. Aku telah memulai
sebuah hal baru yang sebelumnya tak pernah terpikirkan. Aku yang selama ini
selalu merasa bahwa aku tidak bisa dan tidak cocok didunia bisnis dan selalu
nyaman di dunia volunteer harus
keluar dari zona nyaman itu. Tepat sekali, aku sekarang masuk menginjakkan kaki
kecil ini di ranah bisnis.
Berawal dari sebuah harapan bahwa
aku harus berguna bagi orang lain, bahwa aku tak ingin bahagia sendiri. Juga
sebuah nasihat bahwa untuk membantu orang lain kamu harus bisa membantu dirimu
sendiri. Kalau terus berada di zona nyaman, aku tak akan pernah naik level. Kalau
terus berada di zona nyaman saja, harapanku untuk menjadi berguna adalah omong
kosong. Karena zona nyaman adalah titik yang akan membunuh kita.
Mengapa harus keluar dari dunia
nyamanku sebagai volunteer? Sebenarnya
aku tak keluar sepenuhnya, aku masih menjadi bagian dari dunia itu. Tapi aku
tak boleh membantu orang lain dan berguna bagi orang lain, sementara disisi
lain aku menyakiti hati orang lain. Ya, orang tuaku. Uang bukan segalanya, tapi
dunia volunteer itu perlu uang.
Tak bisa aku terus membebani
keuangan keluargaku untuk “keasyikanku” didunia volunteer. Maka aku harus mandiri, itu pilihannya. Dan pertanda-pertanda
tadi memperkokoh kakiku untuk melangkah mandiri. Aku bersama seorang “penikmat senang dan sedihku” memulai
sebuah toko online sederhana. Kami mencoba menjual frame atau bingkai foto.
Sebuah kalimat pernah aku temukan
dalam benakku ketika melihat bingkai-bingkai foto tertata rapi dihadapanku ; “Bingkailah
setiap cerita indah dalam hidupmu, sebab suatu saat mereka akan membantumu
tersenyum dan bersyukur.”
Sebuah kalimat dari buku itu
membuatku tak perlu takut sebagaimana Sang Empunya Kehidupan t’lah
menuliskannya dalam sebuah kitab paling banyak dibaca diseluruh dunia, “Jangan
takut.”.
Dan inilah cara buku itu
menyatakan dalam bahasanya ;
“Jika kita menginginkan sesuatu
dengan segenap hati, maka semesta bahu-membahu membantu kita mewujudkannya.”
IG : @sangkarkita
Pict : https://keithpp.wordpress.com/2013/03/30/the-alchemist-special-edition/
Komentar
Posting Komentar