Cinta Malam Cappuccino

23/03/2015

Kosong. Sejauh mata memandang kelangit, hanya gelap. Tak benar-benar hanya gelap sampai awan perlahan menyusuri tepian langit malam. Tak benar-benar hanya gelap, sampai bintang-bintang mengedipkan matanya bergantian. Burung malam tak ingin melintas di luasnya malam. Mereka hanya duduk, matanya mengikuti gerak awan yang bergerak perlahan.

Suara TV, radio, mulut-mulut penjaga malam terdengar bergantian. Mungkin mereka tahu cara menikmati malam.  Ataukah burung-burung malam yang paling tahu. Malam tak pernah benar-benar sunyi. Sunyi tak pernah seluruhnya menguasai malam. Kegelapan tak selamanya berarti malam. Seperti hati, hati yang berhenti mencintai.

Berhenti mencintai adalah kematian bagi hati. Cinta bukanlah nyawa dari sang hati. Tapi hati tak kan hidup tanpa cinta. Cinta tak hanya membuat hati tetap hidup. Tapi cinta membuat malam tetap malam, cinta membuat siang tetap siang. Bahkan, cinta membuat gelap tetaplah gelap. Cinta juga tak mau mengubah terang menjadi gelap.

Karena cinta hidup disemua tempat. Hati yang gelap, hati yang terang, selama memiliki cinta, mereka akan tetap hidup. Gelap dan terang hanya menentukan siapa dan apa yang terlihat. Tapi cinta itu tak benar-benar buta. Ia hanya tak mau melihat jika gelap terlalu gelap, Ia tak mau melihat jika terang terlalu terang.

Cinta punya mata, mata yang memberi arti pada setiap karya. Mata punya telinga, telinga yang hadir pada teriakan rindu. Cinta punya hidung, hidung yang menghirup harum kenangan yang teruntai indah. Cinta punya mulut, untuk mengatakan “Aku adalah kamu”.

Seluas malam setinggi siang, cinta tak akan membatasi gerakmu. Ia membebaskanmu berjalan menelanjangi samudra. Ia membebaskan lidahmu mengecap semua rasa. Ia membebaskanmu menyentuh duri-duri tajam. Ia membebaskanmu tersapu angin di lembah kesunyian. Ia membebaskanmu dari jerat akar yang lupa jalan menuju air.

Secerah terik siang dimusim panas, cinta menunjukan segala yang ingin kau lihat. Segelap tengah malam tanpa rembulan, cinta menuntunmu ketepi hutan yang menyesatkan. Sedalam samudra raya, cinta memendam kepedihan yang tak mungkin bangkit lagi. Setinggi gunung menyentuh langit, cinta mengangkat harapanmu.

Siapa cinta, siapa aku, siapa kamu?


Jika kau baca cerita ini dimalam hari, sediakan sedikit waktu untuk membuat cappuccino hangat. Biarkan ia membantumu menikmati malam. Bersama cerita ini sekali lagi. Terima kasih, untuk senyummu.


Pict : http://7-themes.com/data_images/out/11/6806173-pretty-cappuccino-wallpaper.jpg

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Diambil dari : Suar Aksara - Sudah Saatnya (Bandung)

Puisi : Kamus Kecil - Joko Pinurbo

51 yang (Ber)lalu