Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2017

Aplistos si Jerapah & Burung Nazzar

Gambar
Di sebuah samudra maha luas, hiduplah seekor jerapah bernama Aplistos. Ia tinggal seorang diri di sebuah pulau yang kecil, yang hanya sebesar halaman rumah. Selain hanya berisi padang rumput, pulau itu ditumbuhi sebuah pohon akasia yang daun-daunnya merupakan makanan kesukaan Aplistos. Aplistos merawat dengan baik pohon akasia itu. Ia sirami pohon itu setiap hari. Bahkan saat malam ia pun tidur di bawahnya. Karena memang bentuk pohon akasia yang seperti payung dan meneduhkan. Suatu hari datanglah seekor burung pemakan bangkai, Nazzar namanya. Tampak kelelahan, Nazzar beristirahat di salah satu ranting pohon akasia. Seketika Aplistos terbangun dari tidur siangnya, karena mendengar kepak burung itu. Aplistos belum pernah melihat Nazzar sebelumnya. Dalam hatinya ia mulai khawatir. Ia mulai takut kalau Nazzar akan menghabiskan biji-biji dan merusak bunga dan daun pohon akasia kesayangannya. Ia segera bangkit dan mengusir Nazzar dengan sekali hardik. “Tinggalkan pohon ini!” katan

Sajak Bebas : Lukisan di Selaput Mata

Gambar
Masihkah kau ingat, aku suka melukis? Sudah lama aku meninggalkannya. Telah lama aku tak berbincang jujur dengan hatiku yang kau bawa pergi. Maka takkan ada lukisan yang kan tergambar, sebelum kau kembalikan hatiku yang kau tawan. Kecuali malam ini, aku melukis lagi. Melukis senyummu di tengah gelapnya malam. Menggoreskan garis-garis tipis yang menghubungkan bintang-bintang paling terang di alam raya sana. Tetapi kau tahu? Lukisanku akan lenyap esok pagi. Sepanjang siang aku akan menanti-nantikan malam yang cerah tanpa awan. Jika malam datang bersama kabut apalagi hujan, aku takkan bisa melukis lagi. Hanya duduk termenung, berdoa agar waktu segera berlari membawa kembali malam penuh bintang.  Jika dahulu aku melukis dengan warna-warna, maka kini lukisanku hanya hitam dan putih. Karena warnanya t'lah pergi. Terselip dalam lipatan-lipatan rindu yang kau tumpuk rapi di hati. Jika dahulu lukisanku bisa di abadikan dalam sebuah bingkai di kamarmu. Kini lukisanku aba

Sambi Lalu

Gambar
"Mengapa kau suka Salatiga dan Bandung?" Karena Salatiga menyediakan semua hal yang membuatmu terus hidup dalam hari-hariku. Meski kau jauh dan tak lagi di sini. Semua tentangmu masih rapi tersimpan di setiap sudut kota ini. Setiap sudut kota dan tak ada yang terlewatkan. Pernah aku tiba di sebuah persimpangan jalan, aku terhenti dan melihat kita bergandengan tangan di pedestrian. Lalu di sebuah kedai teh. Secangkir teh di cangkir berwarna putih polos yang kupesan, memantulkan wajahmu. Tersenyum kepadaku. Di siang yang terik aku berjalan menyeberang keramaian kota. Sampai pada sebuah toko pernak-pernik, dan aku melihatmu memilih benang berwarna-warni. Terlihat kau menimang-nimang benang-benang itu dan bertanya padaku. Benang berwarna apa yang hendak kau bawa pulang. Aku hanya tersenyum. Dan disebuah hari hujan ditengah musim kemarau. Sengaja ku tenggelamkan diriku pada rintik-rintik hujan. Aku ingat, rintik-rintik hujan di kota ini selalu membawa kehangatan dan pesan

Puisi : PER ( H E N T I ) AN

Seketika segalanya berhenti termangu Menyaksikan namamu menguap dari kepalaku Telingaku pun kini begitu pemalu memilih lagu Tak mau ia dengar lantunan lagu-lagu sendu Takkan rela membiarkan ada yang remuk pilu Ragaku masih segar menetap hari-hari esok Namun langkah ini perlahan tapi pasti mulai terseok Ku pahami harus ada yang pergi dan berganti Namun pikiranku tak mampu menahan hati tuk henti Kau, masih satu-satunya yang ku tunggu senyum dan sapamu Di saat yang sama, kau juga satu-satunya yang tak ku inginkan bertemu Di saat yang sama pula ruang rinduku menyerah pada pelukmu Sedang logika di kepalaku berperang melawan hadirmu Matheus Aribowo Salatiga, 26 Juli 2017

Cerpen : Tangis Rudi

Gambar
"Ia hanya berjalan pergi tanpa mengatakan apapun. Di bawah jingganya langit kala itu, aku melompat dari lantai 11 sebuah apartemen di Kota Semarang."  Sore yang tenang menjadi begitu riuh seketika. Puluhan bahkan mungkin ratusan orang berkerumun menyaksikan seonggok mayat perempuan hancur di depan halaman apartemen. Tak ada yang berani melakukan sesuatu pada mayat itu, selain hanya menutupnya dengan kain seadanya. Terdengar bisik-bisik diantara kerumunan itu, orang-orang mulai menebak-nebak siapa dan apa alasan perempuan itu melompat dari atas apartemen.  Beberapa orang beranggapan perempuan itu melompat karena patah hati atau dikhianati kekasihnya. Ada juga yang berpendapat karena mabuk, pengaruh minuman keras. Ada juga yang menyangka didorong seseorang karena sebelumnya ada yang melihatnya cek-cok dengan seseorang di loby apartemen. Seakan prediksi mereka tak kunjung di klarifikasi oleh siapapun, meraka satu persatu mulai pergi dari sana. Bersamaan dengan datang

Sketsa : Bintang yang Bersembunyi

Gambar
Ini menjadi malam yang begitu dingin di akhir musim kemarau. Langit di luar sana kelabu pekat. Tak ada bintang tampak satu pun. Semua berada di persembunyiannya. Jalanan sunyi sepi, tak ada yang lalu lalang atau sekadar melintas. Seorang gadis berambut hitam panjang nan berkilau, duduk di atas meja. Ia menghadap jendela yang tertutup. Dalam kamar yang gelap tanpa nyala lampu. Cahaya lampu jalanan mengintip dari celah-celah jendela. Membentuk kotak bergaris-garis berwarna kuning. Entah sudah berapa lama ia duduk di sana, dengan tatapan kosong ke arah jendela. Sambil sesekali menunduk seperti berdoa. Ketika jarum jam dinding mulai merayap mendekati angka 2, ia mengatakan sesuatu dengan perlahan. “Terkadang aku ingin melihat masa depanku, tapi tak bisa.” “Apakah aku hanya akan hidup dengan cara; lahir, sekolah, kuliah, lulus lalu bekerja, setalah itu menikah, memiliki kerluarga, menjadi tua dan kembali menjadi debu?” Ia kembali menatap jendela itu dalam tatapan kosongnya

Apakah kita peduli?

Gambar
"Peduli tentang apa? Mengapa judulnya seperti itu?"  Baiklah, jadi begini. Pernahkah kita mendengar sebuah ungkapan "Takkan ada yang peduli pada mimpi kita kecuali diri kita sendiri?" Ya, kira-kira begitu. Benar bukan? Orang lain tak akan ada yang peduli dengan mimpi kita. Mungkin karena mereka juga tengah mencari mimpinya, atau sudah menemukan dan sedang menggelutinya. Tapi tunggu dulu.  Setidaknya ada beberapa hal yang akan kita bahas sebelum lebih jauh lagi. Pertama, aku punya mimpi. Kedua, mampukah kucapai mimpiku. Ketiga, pedulikah dengan mimpiku? Mari kita mulai dari yang pertama . Aku punya mimpi, dalam bahasa kerennya "I Have A Dream" - Martin Luther King Jr. Ungkapan yang begitu powerful ini terjadi dalam pidatonya pada tahun 1963 mengenai Kesetaraan Ras dan Diskriminasi. Siapa sangka sebuah ungkapan sederhana ini membawa kekuatan yang begitu magis. Banyak orang meremehkan mimpi. Mimpi orang lain, bahkan mimpinya sendiri. Sungguh

Puisi : K I T A

Gambar
Aku pernah memintamu dengan sederhana Melalui doa lirih yang ku senandungkan kepada-Nya Tuhan pernah memberimu dengan sederhana Wujud doamu yang ternyata kita ucapkan bersama Aku pernah bersamamu dengan sederhana Melewati hari-hari yang penuh senyum dan tawa Hari-hari pernah menyatukan kita dengan sederhana Wujud cinta yang menggaung indah melampaui semesta Aku pernah kehilanganmu dengan sederhana Dalam kata-kata yang tak pernah terangkai sebelumnya Aku pernah menangisimu dengan sederhana Karena nafas dan detak jantung ini tak lagi seirama Aku pernah merindukanmu dengan sederhana Dari lagu-laguku yang tak memiliki nada Aku pernah ingin melupakanmu dengan sederhana Karena tak mampu lagi berharap akan adanya KITA Matheus Aribowo 17 Juli 2017

Cerpen : Percakapan dalam Hujan

Gambar
Aku baru saja masuk ke sebuah kedai kopi, ketika ku sadari gawai dan komputer jinjingku tertinggal di meja kantor. Mungkin karena terlalu terburu-buru pergi sebelum hujan datang. Karena di luar sana langit telah membawa teror yang luar biasa mengerikan bagi pejalan kaki yang lupa membawa payung. Bahkan juga kepada pengendara sepeda motor yang juga lupa jas hujannya. Di sepanjang perjalanan dari kantor juga orang-orang mempercepat langkahnya. Beberapa pedagang kaki lima mulai berkemas tergesa. Jalanan seketika padat, dan tersendat di beberapa titik jalan. Suara bising klakson menggema di hampir semua jalanan kota. Segalanya begitu cepat berubah, tawa riang bahagia bisa dengan segera berubah menjadi tangis duka yang dalam. Tetapi bukankah memang begitu indahnya. Hidup dengan kejutan-kejutan yang tak pernah kita tahu. Meja kosong dekat jendela kaca yang luas menjadi singgasanaku sore ini. Tempat yang strategis. Dari sini aku bisa menyaksikan riuhnya jalanan tanpa suara bisingn

Puisi : Percakapan dalam Hujan

Gambar
Di luar sana langit tak lagi berwarna Awan tak lagi jauh di atas sana Ia turun menyambangi atap-atap Memaksakan dingin menguasai kota Di dalam sini aku terduduk tenang Aku biarkan suara gitar banjiri benakku Hawa dingin juga ku rasakan menjerat Bekukan mulutku yang tak mampu berkata Ternyata hujan t'lah tiba sayang Ia tak mengetuk dan permisi Tiba-tiba rintiknya samarkan tangisku Hujan merenggut senja kita yang jingga, sayang Tahukah sayang, aku benci hujan kali ini Karena ia tak mampu basahi hatiku Hati ini tetap kering di bawah guyurnya Ia juga berbisik mengejek tangisku Jika malam nanti hujan ini tak juga reda Kan ku simpan semua awan dan kabut dalam paru-paruku Agar esok datang hari baru yang biru Dan kan ku bayangkan di sana ada senyummu Matheus Aribowo Salatiga, 18 Juli 2017

Puisi : Genang-genangan

Gambar
Di sebuah genangan air nan jernih Tergambar wajahku tanpa sepotong senyum Simpul bibir datar tanpa kelok dan lekukan Tahukah kau Kalimat apa yang terekam pada mataku Tahukah kau Syair apa yang tersirat di mata sayu itu Dalam genangan air yang bergejolak Ku sembunyikan potongan-potongan senyum Simpul bibir nan merdu tersamar riak airnya Tahukah kau Mataku mengikuti tarian kabut yang menjauh Tahukah kau Terlantun puisi sendu dari mulut kaku itu Ku isi pikiranku dengan hari-hari berkabut Ku penuhi khayalku dengan pagi gerimis Namun tetap ku sediakan langit tanpa awan Untuk setiap senja-senjaku yang tak kan terlewat Tak kan terlewati senja-senja itu Genang-genangan – Matheus Aribowo Salatiga, 09-07-17

Lirik : Know Me Well - Roo Panes

Gambar
Well you know me with that ancient gaze Stripping down with yesterday’s eyes You know me as I was you see me as I will be And I still had a lot of growing When you took me and you shaped me with those hands You know me better than myself Make me better than I am Oh, you know me well Know me well Know me well Oh, you know me well Know me well Know me well When I think upon my past I see I loved you many years before you came In my hopes and my dreams With the wax and the moon wanes And you saw what I could be Please teach me how to be what I was made to be See without you I was nothing But with you can be anything Oh, you know me well Know me well Know me well Oh, you know me well Know me well Know me well What can I fear When I know that I walk by your side You’re the fortress Within which I got nothing to hide None can take me I’m the tower the world couldn’t fell ‘Cos I’m stronger When I know that you know me well Know me well Know me well Oh, you know me well Know me we

Cerpen : Yang Kembali dan Abadi

Gambar
Malam mulai ditenun saat senja merangkak menuju kesudahannya. Gelap tiba dengan anggun. Menaklukan riuh sesak hari yang singkat. Bintang-gemintang mulai percaya diri dengan kilau-kilaunya. Permainan lampu semesta disuguhkan dengan begitu sempurna. Bulan yang t’lah ijin pada malam sebelumnya, kini tak terlihat sama sekali. Mungkin bersembunyi di balik samudra hampa. Atau membenamkan diri pada gurun pasir kesunyian. Bangku-bangku taman gelap gulita, tak seorang pun duduk di sana. Tepi pantai pun sunyi, ombak juga tak datang malam ini. Mereka sibuk mencari buih-buih yang juga menghilang sejak fajar muncul pagi tadi. Hanya sepasang kaki berjalan lesu. Menyusuri bentangan pantai yang rindu pada ombak. “Kini jejak-jejak langkah ini tak akan hilang” katanya. “Setidaknya sampai bulan kembali dan ombak tak mampu menahan rindu pada pasir-pasir pantai.” sambungnya. Dari kejauhan tampak perahu nelayan kecil dengan satu lampu penerang kecil. Tampak tenang di atas laut yang tenang tampa omb