Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2017

Dunia di antara Aku dan Diriku

Gambar
Aku bertemu malam saat berjalan tertunduk tanpa arah tujuan. Menuruti langkah kaki yang juga tak berjejak di belakang. Rembulan pun terus mengawasi dari balik dedaunan yang berayun. Meski hanya bulan sabit namun sinarnya hampir seterang sore hari menjelang senja. Arah langkah kaki ini benar-benar tak teratur. Mengikuti bisikan-bisikan yang berebut perhatian daun telingaku. Bisikan-bisikan yang kadang hanya pelan namun juga bisa begitu keras mengalahkan suara pijakkan kaki. Bisingnya bisa melebihi teriakan kernet bus di terminal kota-kota besar. Aku belum membuka mata meski telah berjalan dua kali mengitari dunia. Tak perlu heran. Duniaku hanya kecil. Hanya sepanjang harapan dan sejauh doa. Isinya pun tak banyak. Tak sepadat bumi manusia pada umumnya. Duniaku hanya berisi dua kata, ketakutan dan keberanian. Tetapi ada celah di antara keduanya. Itulah jalan yang sering ku lalui. Jalan yang sama juga yang tengah ku arungi malam ini. Di duniaku ini juga ada yang berbeda un

Diambil dari : Suar Aksara - Sudah Saatnya (Bandung)

Gambar
Deru Jengah Nafas Arah Ada kalanya kita harus menepi dari segala rutinitas Meraih kembali makna bebas Menemukan diri kita pada titik dalam detik tanpa batas Sebab di antara semua penat akan selalu ada yang melintas Tawa kecil di waktu lalu Suap demi suap masakan ibu Juga rentetan senyum yang membuat kita tertunduk malu Waktu berubah, rindu melangkah, usia bertambah, begitu pula kisah Cinta Luka Tangis Tawa, bergantian mendaur ulang rasa Kita terjebak dalam gerak tanpa jejak Dan hati kita sampai pada pertanyaan, mau sampai kapan? Pada akhirnya kita harus berhenti mengenang dan mulai bertualang Meraih kembali makna pulang Membawa diri kita Pada rela atas semua yang hilang dan seluruh yang datang Percaya, yang terlepas akan berganti, yang bertahan akan abadi Karena raga bisa berpindah Namun hati akan selalu menetap Sudah saatnya pergi, hati kita layak dicintai Dipublikasikan tanggal 16 Jul 2017 (youtube) Suar Aksara

Sajak Bebas : Mengenal Siapa Aku

Gambar
Aku ingin menyaksikan diriku duduk di teras rumah bersama secangkir teh hangat Menyaksikan senja yang tak pernah tenggelam si tepi langit Jingganya terus saja berpendar ke ujung langit Keemasan warnanya melunturkan warna langit yang katanya biru Aku ingin hanyut dalam sunyinya senja bersama sebuah buku Dan direngkuh keemasan cahaya senja yang tak pernah terbenam Dalam sunyi ada kesedihan yang datang dari dalam diriku Dalam kesedihan aku mengenal siapa aku Seutuhnya aku, yang telanjang tanpa tipu daya dan persona Aku selalu suka kesedihan, kesedihan yang tak pernah berusaha ku tinggalkan Kesedihan yang memang lahir bersamaku dari rahim yang sama Itulah aku, selalu percaya bahwa setiap manusia terlahir bersama kesedihan Tangis yang meledak segera saat melihat dunia adalah buktinya Itulah sejatinya kejujuran, telanjang dan bersuara lantang seperti tangisan Tetapi manusia memang durhaka Mereka tak pernah bertindak syukur atas yang ada dalam diri mereka Termasuk juga kese

P U I S I : Menatap

Gambar
Ada mata yang tak mampu menatap Hanya mulut menyesap secangkir ratap Tak lagi ada pejam kala malam menyergap Angan sesak membayang dalam gelap Di sela malam ada getar kaki menanti pagi Acuhkan bulan yang warnanya pucat pasi Jika saja senja dapat kuulang kembali Ijinkan kukecup keningmu sebelum pergi Matheus Aribowo Salatiga, 13 Agustus 2017

Yang Pergi Saat Senja Datang

Gambar
Langit biru tanpa awan. Di bawahnya berhembus angin segar menggoyangkan daun-daun padi yang menguning. Menimbulkan bunyi gesekan daun yang merdu. Sekawanan burung kecil terbang sambil berkicau riang. Jika aku dapat mengartikan bahasa mereka. Mungkin mereka tengah bernyanyi bersyukur kepada Tuhan, atas alam yang begitu menyenangkan.  Aku selalu duduk di sini sejak siang hari . Menyaksikan sawah terbentang hijau dan kuning di hadapanku. Membaca buku atau sekadar mendengarkan musik. Sembari menikmati angin sore yang sejuk dari teras belakang rumah nenek. Suasana yang membuat hatiku damai. Setidaknya membuatku perlahan melupakan kepenatan di kota. Aku mengambil cuti 2 minggu, di tambah long weekend 3 hari. Semoga cukup untuk membuatku sembuh dari perihku. Pemuda itu datang lagi. Ia kembali membawa kuas, cat air dan papan kanvasnya. Duduk tepat di tepi sawah. Selalu saja membelakangiku. Sudah tiga hari ia selalu datang ke tempat yang sama. Maka aku selalu melihatnya, karena ak