51 yang (Ber)lalu
51 bulan setelah tanggal 29
februari tahun 2012. Di malam yang katanya adalah malam dimana planet Mars
bersinar paling terang selama 10 tahun ini. Ada dua hati yang begitu murung dan
redup. Mungkin karena sinarnya dipinjam Mars malam ini. Dua hati yang duduk
termenung, menilik kembali jauh ke dalam rongga-rongga yang terlalu lama
terlewati. Mengenang kembali 51 bulan yang lalu. 51 bulan panjang yang terasa
begitu pendek. Terasa singkat namun menaungi ratusan cerita hari-hari dalam
suka, duka dan cinta. Riangmu tergambar dalam satu kedipan. Sedihmu terdengar
dalam satu tarikan nafas malam ini. Hembusan nafasku masih mengisyaratkan
keinginan untuk melengkapi satu sama lain. Tapi ini badai, badai yang tak
terelakkan. Badai yang tak cukup kuat untuk kita mampu bertahan. Bahkan sekedar
berpegang tangan pun kini kita tak mampu. Badai mengapa datang saat kakiku
begitu lemah tuk berpijak. Badai datang justru di tengah damainya angin semilir
kian kemari. Saat rindu beradu dengan jarak dan waktu.
Mencintai sungguh
hanya untuk mencintai. Nyatanya memiliki hanyalah keinginan hati. Tak kuasa
menahan cinta adalah bukti betapa cinta ini agung luar biasa. Mengalahkan
segala keinginan dan ego manusia yang kecil dan lemah ini. Seperti air, yang
akan selalu menemukan jalannya. Mungkin kini air itu terpenjarakan batu karang
yang begitu kuat, dan membiarkan sang air menguap dibawa terik matahari. Yang
sewaktu-waktu jatuh kembali ke bumi. Kepangkuan yang berbeda, kembali
terperangkap, lenyap terbawa angin entah kemana.
Benar, tak ada yang
pasti di dunia ini kecuali mentari datang setiap pagi dan hilang di ujung
barat. Selebihnya hanya permainan sang takdir, membuat semua manjadi misteri
dan teka-teki. Bodohnya aku ikut menerka apa isi kolom selanjutnya dalam teka-teki
ini. Seakan misteri bisa kita telanjangi hanya dengan senyuman getir dan
kernyit ketakutan pada wajah polos ini.
Hanya waktu yang terus
tertawa bermain-main dalam setiap detiknya. Dengan nada dan ketukan yang sama
ia lantunkan lagu kekhawatiran akan perubahan. Nadanya yang fiksi dan syairnya
yang falset memaksa telinga meringis menahan sakit yang begitu sadis. Riuh,
gemuruh, menggelegar memecah dada yang dibusungkan oleh impian dan khayalan
yang tergambar begitu indah. Memanjakan mata yang sejatinya sayu menahan takut.
Menenggelamkan lutut yang goyah berdiri tak pasti. Merasakan perihnya terkikis
udara sore yang dulunya lembut. Sungguh berdiri pun kini aku tak mampu. Semua
bertingkah kejam setelah kepergianmu.
Bersandar bangku ruang
tamu ini ku rebahkan tubuh keringku. Seyakin mentari kan muncul besok pagi. Ku
letakkan kakiku di meja, ku pastikan takkan ada lagi tamu datang malam ini.
Hanya bayang-bayang hari yang lalu, menggores perlahan pada ingatanku.
Menepikan sunyi malam. Mengajak deru ombak memecah dinding-dinding ruang tamu
di hatiku. Tempat kita biasa bersama bertukar rasa. Berbagi makna. Menghabiskan
waktu dalam persekongkolan paling membahagiakan di muka bumi ini. Merengkuh
jiwa satu sama lainnya. Mengisi setiap sudut kepiluan yang segera berubah
riang. Namun lain sekarang.
Dimana cerita ini akan
kupahat, selain pada dinding hati yang keripis ini. Terkoyak angin yang tak
tertahan oleh jaring-jaring harapan. Melaju bebas membawa semua sesal yang
belum sempat dinikmati. Akhir sebuah cerita selalu berusaha diisi dengan
kebahagiaan. Tidakkah akhir adalah awal? Yang boleh saja memulai dengan girang.
Atau dengan sorak sorai kepalsuan. Mengapa kesedihan betah disandingkan dengan
kesepian, sementara kesepian sejati hanya ada dalam keramaian. Keramaian yang
menelan mentah-mentah keluh dan teriak lemah dari ketulusan. Ketulusan yang
ternyata bukan kunci untuk membuka gerbang, disebuah taman bunga dan rerumputan
hijau padang.
Cinta memang sebuah
keyakinan, bukan pertukaran. Sebegitu yakinnya aku pada kebahagiaanmu, maka
takkan kutukar bahagiamu dengan keinginan memilikimu. Makna hidup paling mulia
yang dapat kita rasakan dalam hidup adalah untuk mencintai. Selebihnya hanyalah
keheningan. Keheningan. Sungguh hanya keheningan.
Ijinkan ku tutup perlawanan
batinku ini dengan tetes air mata kedamaian. Bukan tanda kepedihan, hanya
penanda cerita kita pernah disaksikan dan dirasakan dunia. Sejuk, sesejuk embun
pagi. Membawa senyum pada siapa yang menyentuhnya selepas ia terbangun dari
tidur panjangnya.
M - 29 Mei 2016 - M
Pict : http://www.weddingphotographybrisbane.com/tag/long-exposure-night-sky-photography/
Komentar
Posting Komentar