Mendengarkan Untuk Memahami

25/02/2015

Ketika libur semester tahun lalu saya pulang kampung. Bertemulah dengan kedua orang tua saya yang juga sudah rindu. Beberapa bulan tak berada dirumah, membuat saya ketinggalan cerita tentang rumah. Termasuk cerita tentang adik saya yang masih duduk dibangku SMA.

Dalam sebuah sore Ibu bercerita tentang adikku yang begitu susah diberi nasihat. Selalu saja keras kepala dan tidak menuruti nasehat orang tua. Kemudian dalam kesempatan lain, Ayah saya juga mengatakan hal yang sama.

Keluarga kami keluarga yang sederhana dan mungkin orang tua kami juga tak terlalu sibuk bekerja. Itu cukup membuat saya heran, mengapa adik saya seperti anak yang kurang perhatian. Belum selesai saya heran, ada lagi cerita tentang anak atau orang yang tidak mau mendengarkan nasehat orang lain.

Dosen saya pun pernah mengatakan, “anak jaman sekarang susah dikasih tahu”. Ibu pemilik warung makan di depan kost saya juga pernah mengatakan demikian. Hal ini cukup membuat saya bertanya-tanya. Karena ternyata hal ini dirasakan oleh semua kalangan. Lantas apa kira-kira penyebabnya?

Saya tergabung dalam sebuah komunitas sosial yang kami sebut Sahabat Jiwa. Salah satu divisi dalam komunitas kami adalah Pencil’s Project. Pencil’s Project ini setiap sabtu dan minggu mengajar (bukan seperti pendidikan formal) di beberapa desa.

Dalam beberapa kesempatan kami sering menyempatkan waktu untuk mendengarkan cerita anak-anak Pencil’s Project. Cerita tentang sekolah, orang tua, teman-teman, dan apapun yang ingin mereka ceritakan. Dengan mendengarkan tanpa menyela cerita mereka, mereka cukup nyaman dan semakin terbuka tentang kehidupan mereka.

Hal ini membuat mereka sangat percaya dan selalu patuh untuk melakukan hal-hal baik yang kami tanamkan ketika bermain sambil belajar dengan mereka. Seperti contoh, mereka dulu belum begitu mengenal tiga kata ajaib (maaf, tolong, dan terima kasih). Tapi sekarang mereka selalu menggunakan tiga kata itu dalam kehidupan mereka.

Kemudian saya coba kaitkan dengan beberapa keluhan orang tua, dosen, ibu pemilik warung makan dan mungkin orang lain yang belum sempat berbagi cerita ini dengan saya. Termasuk sebenarnya saya juga merasakan keluhan ini.

Menurut saya kuncinya adalah “mendengarkan untuk memahami”. Saya membaca dalam sebuah buku hasil buah pikiran Stephen R. Covey, dimana ia mengatakan “Sebagian besar orang mendengarkan bukan dengan niat untuk memahami, mereka mendengar dengan niat untuk menjawab.”

Mungkin ini yang dilakukan orang tua saya, dosen saya, ibu pemilik warung makan dan orang lainnya. Bahkan mungkin sering kali kita demikian. Kita selalu tak mau menjadi pendengar yang baik, kita lebih suka (dianggap) pemberi nasihat yang baik. Tanpa kita sadari bahwa, nasihat kita mungkin tak sesuai dengan orang lain.

Bagaimana kita bisa memberi nasehat kepada orang lain dalam masalahnya, ketika kita belum mampu memahami orang lain. Bagaimana kita mau menerima nasihat dari orang lain yang belum memahami kita, atau dari orang yang tak mau mendengarkan dan mencoba mengerti sudut pandang kita.

Tentu kita akan berpikir “ah, tau apa dia tentang hidup ku”, atau “dia kan tidak berada diposisi ku”. Bahkan yang ektrim mungkin akan berkata “kamu belum pernah merasakan apa yang aku rasakan”. Kalimat-kalimat itu muncul ketika kita tidak percaya dan merasa belum dipahami oleh orang lain.

Belajar dari hal ini, mari kita menjadi pendengar yang baik. Menjadi pendengar yang mendengar hanya untuk memahami. Menjadi pendengar yang bukan bersiap untuk menyangkal, menjawab apalagi menyalahkan cerita atau perkataan orang lain.


Cobalah mendengarkan untuk memahami. Menjadi pendengar yang baik, berarti memahami dengan baik dan dapat dipercaya. Jika kita memahami, berarti kita paham tentang keadaan, sudut pandang dan perasaan teman bicara kita.

"Pendengar yang baik adalah yang mendengarkan untuk memahami."


Pict : http://inymwidhiadnyana.blogspot.com/2011/06/tips-menjadi-pendengar-yang-baik.html

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Diambil dari : Suar Aksara - Sudah Saatnya (Bandung)

Puisi : Kamus Kecil - Joko Pinurbo

51 yang (Ber)lalu