Menang Tanpa Mengalahkan

20/02/2015

Pagi yang sejuk dengan di iringi suara para serangga menyanyi riang. Menyambut mentari yang tak pernah lelah terbit dan membawa kehidupan baru. Di sudut padang rumput yang hijau, berkumpul beberapa binatang. Karena pagi ini adalah awal musim panas, mereka berdiskusi banyak hal. Entah bagaimana awalnya, tetiba Kerbau Liar dan Gajah berdebat.

Kamilah yang terkuat, kami akan habiskan setengah dari semua rumput di dunia ini.” Kata si Gajah. Kerbau Liar pun tak mau kalah ; “Hei jangan sombong dulu, kawanan kami lebih banyak daripada kalian hahahaha.”

Lebah dan Kupu-kupu turut ambil bicara dengan nada kesal ; “Kalian semua hanya bisa makan, tak pernah ikut menabur benih tumbuhan yang kalian makan!

Hahahaha....” tawa Buaya yang kemudian ia lanjutkan “mampirlah ke sungai, kalianlah yang akan aku makan hahahaha.

Buaya hanya besar mulut, memangnya bisa kau menangkapku?” tanya si burung Elang sambil mengepakkan sayap gagahnya.

Hei, hei dengarlah kalian semua. Kalian lupa siapa raja hutan? Aku yang berkuasa disini.” Kata Singa sambil berdiri tegak. Mendengar itu, Beruang hanya tersenyum mengejek.

Tikus yang bingung pun akhirnya bertanya ; “Sebenarnya siapa yang terhebat?” sebelum ada yang menjawab, si Kucing menambahkan ; “Bukan siapa yang terhebat, tetapi siapa yang hidupnya paling baik?

Cukup dengan percakapan mereka, sekarang kita tebak siapa yang terhebat. Adakah yang sudah punya jawaban siapa yang terhebat?

Ya, mereka semua memang binatang hebat. Mereka masing-masing hebat dalam bidangnya. Mereka semua terbaik dalam bidangnya. Lalu mengapa mereka adu pendapat tentang siapa yang terhebat? Kemudian, apakah hanya mereka yang sering demikian? Apakah kita tak pernah seperti mereka?

Sering kali kita merasa yang terbaik, sering kali kita merasa yang paling hebat diantara yang lain. Tak jarang pula kita sibuk menunjukan kehebatan kita. Untuk apa? Untuk orang lain melihat dan memberi kita pujian? Hanya untuk itu kah?

Dalam hidup kita, kita sering menutup mata hati kita. Kita sering kali salah fokus, karena salah cara memandang kita. Kita lebih sering mengerjakan sesuatu untuk diri kita sendiri. Dewasa ini kita lebih sering berpikir bahwa mencari harta sebanyak-banyaknya adalah pilihan terbaik. Kita masih sering berpikir bahwa yang memiliki harta paling banyak adalah yang terhebat dalam hidup. Kita merasa, kita kuat ketika orang lain tak mampu mengalahkan kita.

Kita sering kali bangga justru saat jati diri kita sebagai manusia hilang. Kita membanggakan apa yang telah kita kerjakan untuk diri sendiri. Persis seperti cerita para binatang tadi. Kita harusnya malu, jika masih punya malu.

Tetapi nilai terpenting yang semoga bisa kita renungkan bersama adalah “hidup bukan hanya tentang menjadi yang terhebat, tetapi tentang apa kontribusi kita?” Kontribusi berbicara tentang apa yang kita kerjakan bagi orang lain dan diri sendiri. Kontribusi adalah tentang apa yang kita lakukan bagi orang lain, bagi lingkungan dan bagi dunia. Bukan melulu untuk diri sendiri.

Kontribusi akan membawa kita kepada hidup yang lebih berguna. Kita tak akan menjadi orang yang kalah jika memilih berkontribusi dan tak berambisi menjadi yang terhebat. “Tetapi dengan berkontribusi, kita akan menjadi PEMENANG tanpa harus mengalahkan siapapun.”

“Seperti matahari yang setia memberi sinarnya, tanpa harus mengalahkan bulan dan bintang-bintang lain di angkasa.”


Terinspirasi dari :
Buku “Kembali Berdetak” karya
Philip Triatna dan Julie Tane
Dan Buku “The Wisdom And Teachings Of Stephen R. Covey


Pict : http://liburing.com/2014/12/11/karibu-tanzania/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Diambil dari : Suar Aksara - Sudah Saatnya (Bandung)

Puisi : Kamus Kecil - Joko Pinurbo

51 yang (Ber)lalu