Dunia di antara Aku dan Diriku


Aku bertemu malam saat berjalan tertunduk tanpa arah tujuan. Menuruti langkah kaki yang juga tak berjejak di belakang. Rembulan pun terus mengawasi dari balik dedaunan yang berayun. Meski hanya bulan sabit namun sinarnya hampir seterang sore hari menjelang senja.

Arah langkah kaki ini benar-benar tak teratur. Mengikuti bisikan-bisikan yang berebut perhatian daun telingaku. Bisikan-bisikan yang kadang hanya pelan namun juga bisa begitu keras mengalahkan suara pijakkan kaki. Bisingnya bisa melebihi teriakan kernet bus di terminal kota-kota besar.

Aku belum membuka mata meski telah berjalan dua kali mengitari dunia. Tak perlu heran. Duniaku hanya kecil. Hanya sepanjang harapan dan sejauh doa. Isinya pun tak banyak. Tak sepadat bumi manusia pada umumnya. Duniaku hanya berisi dua kata, ketakutan dan keberanian. Tetapi ada celah di antara keduanya. Itulah jalan yang sering ku lalui. Jalan yang sama juga yang tengah ku arungi malam ini.

Di duniaku ini juga ada yang berbeda untuk pengaturan waktu. Tak seperti di dunia manusia pada umumnya. Ada pagi, siang, sore dan malam. Di duniaku yang sempit dan kecil ini hanya ada senja dan malam. Kini aku masih berada di waktu malam menjelang senja. Di duniaku juga tak ada penyebutan jam dan detik. Hanya senja dan malam. Aku berangkat mengelilingi dunia tadi saat senja. Ini sudah hampir senja lagi dan aku hampir sekali lagi selesai mengitari dunia tiga kali.

Yang akan lebih membuatmu heran, duniaku ini hanya dihuni dua orang. Aku dan diriku sendiri. Parahnya lagi, kami tak pernah berdamai. Setiap hari hanya diisi pertempuran-pertempuran. Begitu banyak pertempuran. 

Antara menahanmu pergi atau membiarkan diriku terhempas terenggut tak tersisa.

Antara aku melangkah sendiri atau mencari yang sebenarnya aku tahu tak akan pernah ku temukan.

Antara menjaga bayangmu atau melarutkannya dalam segelas air yang akhirnya kuminum juga.

Antara senja dan malam yang pada perpisahannya juga merupakan pertemuan keduanya.

Masih banyak lagi pertempuran yang harus ku lalui setiap harinya. Hari-hari singkat yang hanya berisi pertempuran-pertempuran. Pernah aku meninggalkan pertempuran-pertempuran itu. Aku mencari sosokmu pada diri orang lain yang ku temui. Namun aku tersadar bahwa tak akan, tak akan pernah ku temukan dirimu dalam diri orang lain. Maka aku jatuh kembali. Jatuh pada pertempuran antara menangisi kepergianmu atau memilih untuk tidur malam ini. Sebelum senja datang dan mengingatkanku lagi tentang kepergianmu.



Matheus Aribowo
Salatiga, 24 Agustus 2017

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi : Kamus Kecil - Joko Pinurbo

Diambil dari : Suar Aksara - Sudah Saatnya (Bandung)

Sambi Lalu