Sajak Bebas : Lukisan di Selaput Mata
Masihkah kau ingat, aku suka melukis?
Sudah lama aku meninggalkannya. Telah lama aku tak berbincang jujur dengan hatiku yang kau bawa pergi. Maka takkan ada lukisan yang kan tergambar, sebelum kau kembalikan hatiku yang kau tawan. Kecuali malam ini, aku melukis lagi. Melukis senyummu di tengah gelapnya malam. Menggoreskan garis-garis tipis yang menghubungkan bintang-bintang paling terang di alam raya sana.
Tetapi kau tahu? Lukisanku akan lenyap esok pagi. Sepanjang siang aku akan menanti-nantikan malam yang cerah tanpa awan. Jika malam datang bersama kabut apalagi hujan, aku takkan bisa melukis lagi. Hanya duduk termenung, berdoa agar waktu segera berlari membawa kembali malam penuh bintang.
Jika dahulu aku melukis dengan warna-warna, maka kini lukisanku hanya hitam dan putih. Karena warnanya t'lah pergi. Terselip dalam lipatan-lipatan rindu yang kau tumpuk rapi di hati.
Jika dahulu lukisanku bisa di abadikan dalam sebuah bingkai di kamarmu. Kini lukisanku abadi di alam raya sana. Yang semua orang dapat melihatnya, jika malam mengijinkan.
Jika aku boleh melukis lagi dengan warna-warna. Sudah pasti merah bibirmu yang ku lukis kali pertama. Lalu coklat matamu yang kedua. Karena aku rindu mendengar suaramu, dan aku rindu melihat wajahku di sorot matamu.
Aku ingin melukis sepanjang waktu. Dengan tinta-tinta cinta yang mulai beku. Yang merindukan air mata untuk melarutkan rasa dan warnanya. Dengan kuas keberanian yang bertanggung jawab pada lembutnya kenangan. Aku ingin kembali melukis. Melukis wajahmu yang tersipu di rengkuh pelukku.
Karena kertas bisa hancur oleh air hujan. Maka aku tahu dimana harus ku lukiskan senyummu. Di tempat yang bahkan tak parnah hancur meski ribuan kali aku menangisi kepergianmu. Selaput mata. Di sana lukisanku abadi, dan aku dapat melihatnya kapanpun aku mau. Tinggal ku pejamkan mata, dan senyummu kan bersinar dalam kegelapan. Sejak saat itu, terpejam adalah lambang perjumpaan kita.
Pict : https://id.pinterest.com/pin/518899188294875884/
Matheus Aribowo
Salatiga, 30 Juli 2017
Komentar
Posting Komentar